by Perpustakaan Islam on Wednesday, June
16, 2010 at 12:24pm
Islam adalah agama yang menaruh perhatian
besar pada ilmu pengetahuan, hal ini terbukti dengan giatnya tulis-menulis
sejak priode awal. Keterlibatan inilah yang juga mendorong cepatnya Islam
menyebar ke daerah-daerah yang kaya akan buku dan perpustakaan kuno, sehingga
mereka menemukan papyrus (lontar) dari Mesir dan menggali naskah-naskah kuno di
daerah-daerah Telloh, Ur, Warka, Niniveh. Ugarit dan yang paling akhir Ebla
yang terletak di wilayah Mesopotamia dan Mesir.
Mereka menemukan pula perpustakaan Agung (Great Library) di Alexandria yang
paling terkenal pada waktu itu. Kecintaan pada bukupun menjadi karakteristik
dunia Islam pada masa itu, karena mereka menggap perbuatan itu yang disertai
dengan pendirian banyak perpustakaan merupakan suatu perbuatan amal shalih yang
amat terpuji. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa perpustakaan dalam
Islam telah tumbuh.semenjak awal. Akan tetapi amat disayangkan bukti-bukti pada
tahun-tahun permulaan Islam tidaklah banyak ditemukan sampai dengan dikenalnya
kertas dari Cina.
Setelah umat Islam berkenalan dengan kertas maka perpustakaan dalam Islam mulai
didirikan oleh orang-orang kaya, kalangan bangsawan dan di istana-istana para
penguasa. Karena Al Qur’an mengharuskan individu-individu untuk mengajarkan
ilmu pengetahuan dan menyediakan kekayaan yang dimilikinya bagi orang lain yang
kurang beruntung, maka para hartawan membiayai pembangunan perpustakaan dan
seringkali membukanya untuk para ilmuwan dan kadang-kadang untuk umum.
Menurut para ahli, perpustakaan pertama dalam Islam adalah perpustakaan pribadi
yaitu perpustakaan Khalid ibnu Yazid bin Muawiyah (w704) ia seorang sastrawan
dan kolektor buku. Perpustakaan ini lahir pada masa pemerintahan dinasti
Ummayah (661-750 M) yaitu suatu dinasti Islam setelah pemerintahan
khulafuraysyidin. Dinasti ini telah melakukan beberapa perubahan bukan saja dalam
system pemerintahan tetapi juga dalam bidang peradaban terutama kehidupan ilmu
dan akal.
Adapun yang mendorong Yazid untuk mendirikan perpustakaan adalah untuk
menghibur diri setelah kecewa karena tidak mendapatkan kekhalifahan. (J.
Pederson 1984:152) disamping perpustakaan Khalid koleksi lain dimiliki oleh
perpustakaan-perpustakaan mesjid kekhalifahan, lembaga pendidikan dan
perpustakaan umum. (John L. Esposito jilid 4 1990:351).
Pada periode dinasti Abbasiyah perpustakaan memperlihatkan perkembangan yang
menggembirakan. Hal ini terlihat setelah khalifah al Mansur (754-775) khalifah
ke dua dari dinasti Abbasiyah mendirikan biro penerjemahan di Baghdad. Kemudian
pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid lembaga ini bernama khizanah al hikmah
(khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat
penelitian).. Pada perpustakaan ini banyak tersimpan buku-buku berbahasa asing
yang telah diterjemahan kedalam bahasa Aeab seperti dari bahasa Yunani, Parsi,
Syiriac dan Sanskrit, dan terdaftar dalam katalog bernama Fibrist karya Ibn Al
Nadim dan Kasyif karya Haji khalifah.
Pada tahun 815 al Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan merubah namanya dengan
bayt-al-Hikmah. Perpustakaan ini menyerupai universitas yang bertujuan untuk
membantu perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan
teks-teks penting. Koleksi buku Perpustakaan Baghdad berjumlah 400 hingga 500
ribu jilid. Menurut riwayat, khalifah Al Makmun Al Rasyid, telah memperkerjakan
cendekiawan-cendekiawan terkenal pada perpustakaan ini diantanya yaitui Al
Kindi -filosof-, untuk menerjemahkan karya-karya Aristoteles ke dalam bahasa
Arab. Al Kindi sendiri menulis hampir tiga ratus buku tentang masalah-maslah
kedokteran, filsafat sampai musik yang disimpan di Bayt Al-hikmah. Musa Alkhawarizmi,
matematikawan ternama dan penemu aljabar juga bekerja di tempat ini dan menulis
buku terkenalnya kitab Al-jabr wa’al-muqabilah.
Perpustakaan bayt al-Hikmah adalah perpustakaan pertama terbesar dalam Islam.
Pada perpustakaan ini para ulama dan intelektual melakukan berbagai
aktifitasnya. Begitu juga mahasiswa-mahasiswa Islam, berdatangan ke
perpustakaan tersebut untuk memperluas dan mendalami berbagai jenis ilmu
pengetahuan, seperti,. Mendalami Al-Qur’an, kesusasteraan dan filsafat
astronomi, tata bahasa, lexicography dan obat-obatan.
Ruang perpustakaan tersebut diperindah dengan karpet sedang seluruh pintu dan
koridornya berkorden. Para manager, pegawai, portir (penjaga pintu) dan pekerja
kasar lainnya ditunjuk untuk memelihara keberadaan Baitul Hikmah Menurut
Al-Maqrizi anggaran pemeliharaan mencapai 257 dinar pertahun guna untuk
kelengkapan permadani, kertas, gaji pegawai, air, tinta dan pena,
perbaikan-perbaikan dan sebagainya. Kertas, pena dan tinta disediakan cuma-cuma
bagi para siswa yang diambilkan dari hasil wakaf dan para dermawan. Ibnu Al
Furat ( W. 924 M) mengatakan bahwa pada masa-masa terakhir jabatannya ia
memikirkan murid-muridnya. Katanya “Barangkali mereka tidak mampu mengeluarkan
uang sebesar satu sen-pun atau bahkan kurang dari itu untuk membeli tinta dan
kertas, maka sudah menjadi kewajiban saya membantu dan menyediakannya”. Dan
untuk ini ia mengeluarkan 20.000 dirham dari dompetnya sendiri. ( lihat,
http/jaen 2006.wordpress.com 2007/04/14)
Perpustakaan lain yang tak kalah besarnya pada masa ini adalah perpustakaan di
Madrasah Nizamiah yang didirikan pada 1065 M oleh Nizam Al Mulk. Ia adalah
seorang perdana mentri dalam pemerintahan Saljuq.. Koleksi di perpustakaan ini
diperoleh sebagian besar melalui sumbangan, sebagaimana yang disebutkan oleh
Ibn Al-Atsir (sejarawan) bahwa Muhib Al-Din ibn Al-Najjar Albaghdadi mewariskan
dua koleksi besar pribadinya kepada perpustakaan ini.dan Khalifah Al-Nashir
juga menyumbangkan beribu-ribu buku dari koleksi kerajaannya kepada
perpustakaan tersebut. Karyawan dan pustakawan-pustakawan diberi gaji yang
besar. Hal ini bukan hanya terjadi di perpustakaan Nizamiah saja. Akan tetapi
hampir di seluruh perpustakaan zaman tersebut. Bahkan Al Nadim memaparkan
adanya tanda-tanda keirihatian dari para pustakawan –khususnya pustakawan Bayt
Al Hikmah, sebab mereka memiliki kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat,
karena kecendikiawanan mereka.
Diantara pustakawan terkenal Nizamiah adalah Abu Zakariah Tibrizi dan Ya’qub
ibn Sulaiman AL-Askari. Pada tahun 1116 M perpustakaan ini mengalami musibah :
kebakaran hebat yang menghabiskan seluruh bangunan dan isinya. Di samping bayt
al- Hikmah, Khalifah Mustansir Billah mendirikan sebuah perpustakaan yang luar
biasa di madrasah yaitu perpustakaan al-Mustanriyah yang didirikan pada 1227 M.
Uniknya perpustakaan ini adalah memiliki rumah sakit di dalamnya. Oleh karena
itu perpustakan ini berfungsi sebagai madrasah dan rumah sakit.
Pengelana dunia terkenal (Ibn Baththuthah) menjelaskan bahwa Mustanriah dan
perpustakaannya, melalui sumbangan-sumbangan sekitar 150 unta dengan muatan
buku-buku yang langka disumbangkan ke perpustakaan ini. Perpustakaan ini
memiliki koleksi yang cukup besar, dari milik kerajaan saja perpustakaan
Mustanriah mendapatkan 80.000 buku. .(http./www.pks-jakselor.id/indek pkp?name=news&file=article&sid=1396
Bila diperhatikan, perpustakaa pada waktu ini bukan hanya berkembang di Bagdad
saja melainkan hampir diseluruh kota besar di dunia timur. Kairo misalnya
berdiri perpustakaan khalifah dengan jumlah buku yang tersedia sekitar
2.000.000 (dua juta) eksemplar. Selain dari itu ada lagi perpustakaan Darul
Hikmah yang juga bertempat di di Kairo. Perpustakaan ini mempunyai 40 lemari.
Dalam setiap lemari memuat sampai 18.000 buku. selain itu, diperpustakaan ini
juga disediakan segala yang diperlukan pengunjung seperti tinta, pena, kertas
dan tempat tinta
Perpustakaan ini terbuka untuk umum, bagi mereka yang ingin menghabiskan waktu
untuk menelaah buku-buku, juga disediakani penginapan, makan dan bahkan diberi
gaji. Untuk melihat bagaimana keadaan perpustakaan di Kairo ini dapat diketahui
dari perkataan Filosof besar Ibn Sina yang pernah berkunjung kesana :
” Disana, saya menemukan sejumlah ruangan yang penuh dengan buku, tersusun
dalam lemari-lemari yang ditata dalam barisan yang rapi. Satu ruangan
dikhusukan bagi buku-buku tentang bahasa dan puisi; ruangan lain untuk bidang
hukum; dan seterusnya; kumpulan buku dalam bidang tertentu mempunyai ruangannya
sendiri. Lalu saya (Ibnu Sina) meneliti katalog penulis Yunani kuno dan mencari
buku yang saya butuhkan . Dalam koleksi perpustakaan ini saya menemukan
sejumlah buku yang hanya diketahui oleh sedikit orang saja, dan belum pernah
saya lihat dan tak pernah lagi saya lihat sesudahnya”.
Di Afrika Utara (Tripoli) berdiri pula perpustakaan yang dibangun oleh Bani
Ammar.. Perpustakaan ini berisi buku-buku yang langka dan baru dijamannya. Bani
Ammar mempekerjakan orang-orang pandai dan pedagang-pedagang untuk menjelajah
negeri-negeri dan mengumpulkan buku-buku yang berfaedah dari negeri-negeri yang
jauh dan dari wilayah-wilayah asing. Jumlah koleksi bukunya mencapai 1.000.000.
Terdapat 180 penyalin yang menyalin buku-buku di sana.
Jika dialihkan panngan kita ke arah barat atau ke Andalusia, maka terlihatlah
betapa majunya peradaban Islam disana. Ilmu pengetahuan berkembang dengan
pesat, begitu juga lembaga-lembaga pendidikan temasuk perpustakaan. Sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka berdirilah universitas Islam pada
setiap pusat kota, seperti Cordova, di kota ini berdiri lembaga pendidikan
sebanyak 27 buah dan bebeapa perpustakaan. Di samping pepustakaan pusat yang
memiliki 400.000 buku terdapat pula perpustakaan-perpustakaan pribadi. (
Abdullah Salam 1980:25) Universitas Granada yang didirikan oleh khalifah Banu
Nasr yang ke tujuh dan pada masa Yusuf Abu Al- Halaj ( 1333-1354M ) berdiri
pula universitas Sevill dan Malaga (Muslim Ishak 1980:7).
Pada setiap universitas tersebut dilengkapi dengan perpustakaan yang mempunyai
sarana dan prasarana yang lengkap. Perpustakaan lain adalah perpustakaan
Al-Hakam dengan koleksi buku didalamnya mencapai 400.000 buah. Perpustakaan ini
mempunyai katalog-katalog yang sangat teliti dan teratur yang mencapai 44
bagian. Di perpustakaan ini terdapat pula para penyalin buku yang cakap dan
penjilid-penjilid buku yang mahir.
Perpustakaan –perpustakaan zaman tersebut tidak saja dilindungi dan ditopang
oleh para khalifah, tetapi juga para raja-raja kecil yang juga ikut memberikan
sumbangan untuk berdirinya perpustakaan-perpustakaan, sehngga banyak melahirkan
perpustakaan pribadi, salah satunya adalah perpustakaan pribadi milik Mahmud Al
Daulah ibn Fatik. Beliau adalah seorang yang ahli dalam menulis dan kolektor
besar, ia menghabiskan semua waktunya di perpustakaannya untuk membaca dan
menulis. hal inilah yan membawa beliau ke jenjang popularitas. Oleh karena itu
keluarganya merasa sedemikian diabaikan, sehingga ketika ia meninggal,
keluarganya berupaya untuk membuang buku-bukunya karena dibakar oleh kemarahan.
Para pelindung perpustakaan juga mencurahkan sebagian besar pemikirannya untuk
desain, tata letak dan arsitektur perpustakaan agar masyarakat luas dapat
menjangkau buku-buku dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dengan mudah. Kebanyakan
perpustakaan-perpustakaan tersebut ditempatkan di gedung yang dirancang secara
khusus, dengan banyak ruangan untuk berbagai tujuan, galeri-galeri dengan rak
buku, ruangan-ruangan untuk kuliah dan debat, termasuk juga ruangan-ruangan
untuk hiburan musikal. Semua ruangan berpermadani sehingga para pembaca dapat
duduk diatasnya. Gorden-gordennya menciptakan suasana menyenangkan dan
pengaturan ruangan menciptakan suhu yang sesuai.
Dilihat dari penataan koleksi, perpustakaan-perpustakaan zaman tersebut pustakawan
sudah menata buku berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan tertentu. Mereka
telah membuat sistem klasifikasi ilmu pengetahuan yang diterapkan untuk
penataan buku di perpustakaan. Diantara klasifikasi yang paling terkenal adalah
yang dibuat oleh : Al-Kindi (801-973 M ), Al Farabi (wafat pada 950 M), Ibn
Sina (980-1037 M), Al Ghazali (1058-1111M), Al-Razi (864-925 M) dan Ibnu
Khaldun (1332-1403 M). Para pustakawan pada umumnya memiliki kualitas yang
benar-benar tinggi, di samping berfungsi sebagai pustakawan mereka juga sebagai
penulis-penulis terkenal yang telah menerjemahkan karya-karya dari bahasa
Yunani dan Persia, diantaranya Al Murthadha yang mengepalai perpustakaan Subur,
ia adalah seorang ’alim dan cukup besar pengaruhnya dikalangan cendikiawan,
Hakim Abd Al-Aziz pemimpin perpustakaan Dar Al’Ilm di Kairo, terkenal karena
penguasaannya akan yurisprudensi. Profesi pustakawan zaman itu memberikan
kehormatan yang tinggi dan gaji yang cukup besar.
Para ulama jaman itu memiliki perpustakaan yang isinya mencapai ribuan
buku.Tetapi sangat disayangkan, perpustakaa yang telah berkembang begitu
pesatnya akhirnya hancur karena perang Salib dan invasi bangsa Mongol ke dunia
Islam. Petaka serangan Salib telah membuat umat Islam kehilangan
perpustakaan-perputakaan paling berharga yang ada di Tripoli, Maarrah, Al-Quds,
Ghazzah, Asqalan, dan kota-kota lainnya yang dihancurkan mereka. Serangan
bangsa Mongol yang begitu dahsyat telah memporak porandakan kota Bagdad dengan
sekalian isinya termasuk perpustakaan, mereka membakar dan membuang koleksi
buku ke Sungai Tigris.. Ini adalah pemusnahan buku paling mengerikan dalam
sejarah perpustakaan Islam.
Salah satu perpustakaan besar Islam yang ada sekarang adalah Perpustakaan
Masjid Nabawi. Perpustakaan ini didirikan pada pertengahan abad ke-14 H.
Pembangunannya dipimpin oleh Sayid Ahmad Yasin Al-Khiyari (wafat 1380 H).
Koleksi kitabnya sampai sekarang sudah bertambah hingga mencapai 60 ribu judul
buku. Koleksi kitab yang terdapat disana antara lain: kitab tauhid, tafsir Alquran,
tajwid, qiraat, dan ilmu-ilmu Alquran, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Syarah
Nawawi, kitab sejarah Islam, sejarah Makkah, sejarah Madinah, dan buku-buku
pelajaran bahasa Arab, kitab-kitab fikih dari empat mazhab (Syafi’i, Hanafi,
Maliki, dan Hambali), maupun kitab-kitab fikih dari mazhab-mazhab lain,
kitab-kitab ushul fikih, dan akhlak.